PSIKOTERAPI
Behaviorisme
Nama    :
Widya Anissa Wiranti
Kelas     :
3PA02
NPM     :
19513264
 
Universitas Gunadarma
Konsep
Dasar Teori Behaviorisme
Konselor behavioral
membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan dengan lingkungan.
Perilaku yang dapat diamati merupakan  suatu kepedulian  utama dari para konselor  sebagai 
kriteria  pengukuran  keberhasilan konseling. Manusia menurut
pandangan ini bukan hasil  dari dorongan tidak
sadar seperti yang dikemukakan oleh Sigmund Freud.

Dalam konsep bahvioral,
perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga  dapat 
diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada
dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses atau pengalaman
belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar dapat memecahkan
masalahnya.
Sejarah Perkembangan Teori Behaviorisme
Steven   Jay   Lynn  
dan   John   P.  
Garske   (1985)   menyebutkan  
bahwa   di kalangan konselor/psikolog,  teori 
dan  pendekatan  behavior 
sering  disebut  sebagai 
modifikasi  perilaku (behavior  modification) 
dan  terapi  perilaku 
(behavior  therapy),  sedangkan menurut  Carlton 
E. Beck  (1971)  istilah 
ini  dikenal  dengan behavior  therapy, 
behavior counseling, 
reinforcement therapy, behavior modification, contingency management.
Istilah pendekatan behavior pertama kali 
digunakan  oleh  Lindzey 
pada  tahun  1954 dan 
kemudian lebih  dikenalkan  oleh 
Lazarus pada tahun 1958. Istilah pendekatan tingkah laku lebih dikenal
di Inggris sedangkan di Amerika Serikat  
lebih   terkenal   dengan  
istilah behavior modification. Di  
kedua   negara   tersebut pendekatan tingkah laku terjadi
secara bersamaan.
            Peristiwa   penting  
dalam   salah   satu  
sejarah   perkembangan   behavioristik   adalah 
dipublikasikannya  tulisan 
seorang  psikolog  Inggris 
yaitu  H.J.  Eysenck 
tentang  terapi  behavior pada 
tahun  1952.  Di 
bawah  pimpinan  H.J. 
Eysenck,  Jurusan  Psikologi 
di  Institut  Psikiatri memiliki  dua 
bidang  yaitu  bidang 
penelitian  dan  bidang 
pengajaran  klinis.  Bidang 
penelitian lebih mengembangkan dimensi tingkah laku untuk menjelaskan
abnormalitas tingkah laku yang dirumuskan 
oleh  Eysenck,  sedangkan 
dalam  bidang  pengajaran 
klinis  menyelenggarakan
latihan  bagi  sarjana-sarjana  psikologi 
klinis.  Dalam  tahap 
awal  perkembangannya batasan
pendekatan behavior diberikan sebagai aplikasi teori belajar modern pada
perlakuan masalah-masalah klinis.
          B.F. 
Skinner  pada  tahun 
1953  menulis  buku Science 
and  Human  Behavior, menjelaskan tentang  peranan 
dari  teori  operant 
conditioning  di  dalam 
perilaku  manusia. Pendekatan
behavior  merupakan  pendekatan 
yang  berkembang  secara 
logis  dari  keseluruhan sejarah psikologi  eksperimental.  Eksperimen 
Pavlov  dengan classical  conditioning dan Bekhterev dengan
instrumental   conditioning-nya   memberikan  
pengaruh   besar   terhadap pendekatan behavior. Pavlov
mengungkapkan berbagai kegunaan teori dan tekniknya dalam memecahkan
masalah   tingkah   laku  
abnormal   seperti hysteria,   obsessionel  
neurosis dan paranois.
Perkembangan  
ini   diperkuat   dengan  
tulisan dari   Joseph   Wolpe  
(1958) dalam bukunya Psychotherapy 
by  Reciprocal  Inhibition yang  menginterpretasi  dari 
perilaku  neurotis manusia dengan  inspirasi 
dari  Pavlovian  dan 
Hullian  serta  memberikan 
rekomendasi  teknik khusus
dalam  terapi  behavior 
yaitu  desentisisasi  sistematis 
(systematic  desensitization)  dan pelatihan asertivitas   (assertiveness   training).  
Pada   tahun   1960-an  
muncul   gagasan   baru yang mengemukakan  tentang 
terapi  behavior  dan 
neurosis  oleh  Eysenck 
yang  pada  akhirnya berpengaruh    besar   
pada Principles    of    Behavior   
Modification dari    Bandura    (1969). Perkembangan  yang 
pesat  membawa  terapi 
behavior  untuk  pertama 
kalinya  ditulis  dalam publikasi  ilmiah 
yaitu Behavior  Research  and 
Therapy dan Journal  of  Applied 
Behavior Analysis.  Akhir  tahun 
1960-an  dimasukkan  elemen 
baru  dalam  konsep 
terapi  perilaku  yaitu imitation  learning 
and  modeling dimana  pada 
saat  yang  sama, 
psikologi  juga  memberi perhatian pada imitation. Tahun
1960-an dan di tahun 1970-an awal, Albert Bandura mengganti titik  tekan 
perhatiannya  pada  teknik 
perilaku  baru  yaitu participant modeling. Perkembangan
selanjutnya adalah digagasnya teori dan metode cognitive-behavioral dengan
pendekatan A-B-Cs oleh Albert Allis pada tahun 1970-an. Kontributor dari
pendekatan baru ini adalah Aaron T. Beck (1976),   Donald  
Meichenbaum   (1977)  
dan   Albert   Bandura  
dengan   konsep   yang dikemukakan  adalah self-efficacy, manifestasi  dari 
pendekatan  belajar  sosial 
(social  learning approach).
Social learning theory merupakan kombinasi dari classical dan operant
conditioning.
         Awal  tahun 
1980-an  muncul  pembaharuan 
behaviorisme  yaitu  neo-behaviorisme  yang menekankan  pada classical  conditioning dalam  etiologi 
dan  perlakuan  (treatment) 
terhadap neurosis, dimana 
konsep  baru  ini 
berlawanan  dengan  sebutan black 
box/black  boxes. Pada akhir
tahun  1980-an konsep  behaviorisme 
difokuskan  pada behavioral
medicine yang  merujuk pada  pendekatan 
psikologis  yang  menangani 
kondisi physical  or  medicine 
disorder. Corey (2005) mengemukakan bahwa dalam perkembangan konsep ini
di tahun tahun 1980-an peran emosi 
ditekankan,  dua  hal 
yang  sangat  penting 
untuk  dikembangkan  dalam 
behaviorisme adalah ; (1) cognitive behavior therapy sebagai kekuatan
utama, dan (2) mengaplikasikan teknik terapi behavioral untuk mencegah dan
memberi perlakuan pada medical disorders. Pada akhir tahun  1980 Association  for 
Advancement  of  Behavior 
Therapy telah  memiliki  anggota 
kurang lebih 4.300 orang dan tidak kurang dari 50 jurnal sebagai media
publikasi ilmiah. Adapun tokoh-tokoh 
pengembang  behaviorisme  adalah 
;  Skinner,  Pavlov, 
Eysenck,  Joseph  Wolpe, 
Albert Bandura, Albert Ellis, Aaron T. Beck, Ricard Walters, Arnold
Lazarus, dan J. B. Watson.
Teknik dan Prosedur Terapi Behaviorisme
Salah   satu   sumbangan  
terapi   tingkah   laku  
adalah   pengembangan
prosedur-prosedur terapeutik  yang  spesifik 
yang  memiliki  kemungkinan 
untuk diperbaiki melalui metode ilmiah. Dalam  terapi 
tingkah  laku,  teknik-teknik 
spesifik  yang  beragam 
bisa digunakan secara sistematis dan hasil-hasilnya bisa dievaluasi.
            Ada beberapa teknik konseling
behavioral sebagaimana diungkapkan oleh Gerald Corey (1995) yang dapat
diterapkan pada klien kecemasan antara lain:
- Desensitisasi Sistematik
 
Asumsi dasar  yang mendasari  teknik desensitisasi sistematika adalah bahwa
response terhadap  kecemasan  itu 
dapat  dipelajari  atau 
dikondisikan, dan  bisa  dicegah 
dengan memberi  subtitusi  berupa 
suatu  aktivitas  yang sifatnya 
memusuhinya.  Stimulus  yang menghasilkan  kecemasan 
berkali-kali dilakukan  
dengan   latihan   bersantai  
sampai hubungan antara  
stimulus-stimulus serta responsi terhadap kecemasan itu terhapus. Moris
(1986)  membuat  garis 
besar  tentang  desensitisasi 
sistematik  menjadi tiga langkah :
1)      Latihan bersantai
Selama  bebrapa  sesi 
permulaan  klien  diberi 
pelajaran  bagaimana caranya  bersantai. Sasarannya  adalah 
agar  oto-otot menjadi  kendor 
dan mental   menjadi   santai  
dan mudah   dipelajari.   Setelah klien   belajar bersantai,  maka 
yang  terpenting  adalah klien 
mempraktekannya  seriap hari agar
bisa mendapatkan hasil yang maksimal. 
2)      Pengembangan hierarki kecemasan.
Stimulus  yang  menyulut 
kecemasan  pada  kawasan 
tertentu  seperti penolakan,
kecemburuan,  kritikan,  ketidaksetujuan, atau  fobia 
yang  lain, dianalisis.   Konselor  
menyusun   daftar   urutan  
situasi yang   menyulut
timbulnya  kecemasan  dan 
penampikkan  yang  makin 
meningkat.  Hierarki itu  diatur 
dalam  urutan-urutan  mulai dari 
situasi  yang  terburuk 
yang  bisa dibayangkan  oleh  klien  sampai 
kesituasi  yang menimbulkan  kecemasan yang paling sedikit.
3)      Disentisiasi sistematik yang tepat.
Proses 
desentisisasi  dimulai  dengan 
klien  yang  telah 
santai  dengan sempurna
dengan  mata  tertutup. Skenario netral dikemukakan,  dan 
klien diminta  untuk
membayangkannya. Apabila klien tetap santai, diminta untuk membayangkan
scenario yang    paling    sedikit   
menimbulkan kecemasan dalam hirarki kecemasan yang telah dikembangkan.
Konselor bergerak  maju  dalam 
hierarki  sampai  klien 
memberi  isyarat  bahwa 
pada situasi  itulah  klien 
mengalami  kecemasan  dan 
pada  saat  itu skenario dihentikan.  Kemudian 
pengendoran  ketegangan  dimulai lagi, 
dan  klien melanjutkan  naik 
kehierarki  diatasnya.  Penanganan 
berhenti  manakala klien  tetap dalam 
keadaan  santai  pada 
saat  ia  membayangkan 
skenario dimana    dulu    pernah merupakan keadaan  yang paling banyak mengganggu dan menimbulkan
kecemasan.
- Metode Pemodelan
 
Istilah pemodelan, juga berarti
belajar dengan mengamati menirukan, dan belajar sosialisasi.  Permodelan 
adalah  proses  berbuat 
yang  dilakukan  oleh perilaku   seseorang individu   atau  
kelompok   (model)   sebagai  
stimulus terjadinya pikiran, sikap, dan perilaku yang serupa dipihak
pengamat. Melalui proses    belajar    dengan   
mengamati klien    sendiri    bisa belajar    untuk menunjukan  perbuatan 
yang  dikehendaki  tanpa harus 
belajar  lewat trial  and error.
- Watson dan Trap memberikan sebuah model yang didesain untuk perubahan yang diarahkan sendiri, yaitu ada empat tahap :
 
1)      Penyaringan sasaran
2)      Menerjemahkan sasaran menjadi
perilaku yang diinginkan
3)      Memantau perkembangan diri sendiri 
4)      Menyelesaikan rencana perubahan
Selain  keempat  langkah 
itu  ada  metode 
penguatan  diri  sendiri 
yang sangat   mendukung dalam   keberhasilan   proses  
konseling.   Penggunaan
penguatan  untuk  merubah 
perilaku  adalah memilih  pengganjaran 
pada  diri sendiri yang tepat,
yaitu memberi motivasi secara pribadi.
Daftar
Pustaka
Mohamad Surya. (2003). Teori-teori konseling. Bandung: CV
Pustaka Bani.
Pihasniwati. 2008. Psikologi konseling. Yogyakarta: Teras.
Quraisy. Rosjidan, (1985).  Pengantar
teori-teori konseling.  Jakarta:  Departemen 
Pendidikan
dan Kebudayaan.



0 comments:
Post a Comment