Tugas Essay I
Fenomena Stress Pada Wanita
Teori dan Pengertian Stress
Ketika tubuh Anda terpapar bahaya ancaman, hasilnya adalah sekumpulan perubahan fisiologis yang secara umum disebut respons stress- atau stress saja. Semua stressor (pengalaman yang menginduksi respons stress), yang bersifat psikologis (misalnya, kecemasan karena kehilangan pekerjaan) atau fisik (misalnya, paparan dingin dalam waktu lama), menghasilkan pola inti perubahan fisiologis yang serupa; tetapi, stress psikologi kronis (misalnya dalam bentuk ketakutan kronis) adalah yang paling sering terimplikasi dalam kesehatan (lihat Kiecolt-Glaser et al., 2002; Krantz & McCeney, 2002; Natelson, 2004). Dengan pendekatan Ilmu dan Study Psikologi kita akan membahas tentang kegalauan mental orang sekarang dengan pendekatan psikologis dan penyakit psikologis yang dapat menimbulkan penyakit fisik sampai tingkat serius. Hubungan antara pikiran (mind) dan tubuh (body) telah menjadi topik perdebatan sejak dahulu kala. Sudah dipastikan fungsi mental selalu tergantung pada otak. Dalam tulisannya Jeffey, Spencer A. Rathus, Beverly dari St. John’s University & New York University menceritakan tentang pemahaman Stres ini, dari cerita sejarah yang diterangkan pengaruh Filsuf Prancis abad ke-17 Rene Descartes (1596-1650) yang mempengaruhi pemikiran modern dengan keyakinannya tentang dualisme atau keterpisahan antara pikiran dan tubuh. Sekarang, para klinisi dan ilmuwan menyadari bahwa pikiran dan tubuh sangat kuat terjalin tidak seperti yang diperkirakan oleh model dualistik yaitu: bahwa faktor psikologis mempengaruhi dan dipengaruhi oleh fungsi fisik. Dengan kata lain, kesehatan mental dan kesehatan fisik tidak terpisahkan. Pembahasan tentang hubungan antara pikiran dan tubuh diawali dengan mendalami peranan stres dalam fungsi fisik maupun mental. Istilah stres menurut (Jeffey, Spencer A. Rathus, Beverly) menunjukkan adanya tekanan atau kekuatan pada tubuh, dalam psikologi, dikenal dengan istilah stres (stress) dan Sumber Sstres disebut Stresor (stressor). Istilah stres berbeda dengan istilah distres (distress). Istilah distres mengacu pada penderitaan fisik atau mental. Dalam batas tertentu stres sehat untuk diri kita, stres membantu kita untuk tetap aktif dan waspada. Akan tetapi stres yang sangat kuat atau berlangsung lama dapat melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya dan menyebabkan distres emosional seperti depresi atau kecemasan, atau keluhan fisik seperti: kelelahan, meningkatnya asam lambung dan sakit kepala, sampai tingkat penyakit serius lainnya.
Stres berkepanjangan mengakibatkan menjadi pelupa atau pikun merupakan hasil dari penelitian yang dimuat dalam Jurnal Progress in Neuro-Psychopharmacology and Biological Psychiatry pada tahun 2010 yang menyebutkan, bahwa dampak buruk dari stres yang bersifat kronis ialah menurunkan salah satu fungsi daya ingat, yaitu ingatan spasial. Ingatan spasial adalah ingatan yang dapat mengingatkan lokasi dan menghubungkan fungsi benda-benda yang ada di sekitar. Selain itu, terdapat hubungan antara hormon yang menyebabkan stres (kortisol) dengan kemampuan daya ingat manusia dan khususnya daya ingat jangka pendek. Hormone kortisol, seperti disebutkan dalam Journal of Neuroscience, merupakan hormon yang dapat menghubungkan syaraf-syaraf sinaps, sehingga membantu dalam menyimpan dan mengingat informasi yang ada.
Hans Selye adalah yang pertama kali
mendeskripsikan respons stress pada 1950-an, dan ia dengan cepat menengarai
sifat gandanya. Selye mengatribusikan respons stress pada aktivasi sistem korteks-adrenal pituitaria-anterior. Ia
menyimpulkan bahwa stressor yang memengaruhi sirkuit-sirkuit neural
menstimulasi pelepasan adrenocorticotropic
hormone (ACTH) (hormone adrenokortikotropik) dari pituitaria anterior,
sehingga ACTH pada gilirannya akan memicu pelepasan glukokortikoid dari korteks
adrenal, sehingga glukokortikoid menghasilkan banyak diantara efek-efek
respons stres (lihat Erickson, Drevets, & Schulkin, 2003; Schulkin, Morgan,
& Rosen, 2005).
Stress harus dijauhkan dari kehidupan, untuk dapat menghindarinya maka
setiap individu harus mampu mengenali penyebabnya. Beberapa penyebab
stress yaitu :
- Perasaan cemas mengenai hasil yang akan dicapai.
Perasaan cemas mengenai hasil yang dicapai akan menimbulkan stres.
Sebagai contoh, jika seorang dosen terlalu banyak beban pekerjaan di
kantor dan pekerjaan itu harus selesai dalam waktu yang bersamaan,
kondisi seperti itu jelas akan menimbulkan stres. Oleh karena dosen juga
manusia yang penuh dengan berbagai keterbatasan, maka diperlukan
seorang pemimpin yang bijak dalam pembagian tugas kepada bawahannya agar
tidak banyak menimbulkan stress.
- Aktivitas yang tidak seimbang.
Aktifitas yang tidak seimbang dapat sebagai pemicu munculnya stres,
terutama aktifitas yang berlebihan, sehingga individu tidak memiliki
waktu yang cukup untuk merecovery dirinya. Selain itu, kedekatan dengan
keluarga atau orang yang dicintai akan berkurang akibat dari padatnya
kegiatan yang dilakukan. Berbagi cerita (sharing) dengan orang-orang
yang dicintai atau dengan keluarga merupakan sarana untuk berkeluh kesah
yang dapat mengurangi beban kepenatan psikologis. Untuk itu, perlu
jalinan hubungan komunikasi yang harmonis dalam rumah tangga agar
terhindar dari potensi terserang oleh stres.
- Tekanan dari diri sendiri.
Tekanan dari diri sendiri dapat menimbulkan stres, terutama bagi
individu yang selalu ingin tampil sempurna (perfectionist). Segala
sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya akan mendorong individu
itu untuk menyempurnakannya, sementara pekerjaan yang diembannya cukup
banyak sehingga menyita waktu yang banyak pula. Oleh karena itu, tipe
orang yang perfectionist memiliki potensi yang lebih besar untuk mudah
terserang stress dalam hidupnya.
- Berada pada suatu kondisi ketidakpastian.
Kondisi ketidakpastian juga akan menimbulkan stres, sebab ketidakpastian
membuat individu menjadi tidak menentu. Sebagai contoh, seorang pria
yang mendekati seorang gadis, di mana masih dalam taraf penjajakan dan
belum ada tanda lampu hijau, maka si pria tersebut pada dasarnya sedang
dalam kondisi stress yang disebabkan oleh perasaannya apakah berhasil
atau gagal pendekatan yang dilakukan. Kondisi seperti itu akan
menimbulkan stres meskipun dalam taraf yang masih ringan.
- Perasaan bersalah terhadap sesuatu.
Individu yang selalu merasa bersalah dapat mengakibatkan muncul stress karena apa saja yang dikerjakan tidak pernah benar.
- Jiwa yang dahaga secara emosional.
Jiwa yang dahaga secara spiritual juga dapat menyebabkan stres. Individu
yang tidak mengenal dan tidak dekat dengan Tuhan pendiriannya labil dan
mudah goyah. Individu yang menyalahkan Tuhan merupakan indikasi dari
tidak dekatnya kepada Tuhan.
- Kondisi sosial ekonomi.
Akibat Stress Pada Wanita
Peristiwa besar dalam hidup yang menyebabkan stress,
seperti memulai pekerjaan baru atau pindah ke kota baru, bisa menurunkan
libido, menurut Dr. Irwin Goldstein, M.D. Hal ini bisa terjadi ketika
peningkatan kadar kortisol menekan hormon seks alami tubuh.
2. Haid Yang Tidak Teratur
Stress
akut dan kronis secara fundamental dapat mengubah keseimbangan hormon tubuh,
yang dapat menyebabkan haid yang tidak kunjung datang, terlambat atau tidak
teratur. Para peneliti juga menemukan bahwa wanita yang merasa terbebani dengan
pekerjaannya mempunyai resiko 50 persen lebih tinggi untuk siklus pendek
(kurang dari 24 hari) daripada wanita yang tidak bekerja.
3. Jerawat
Tingginya tingkat kortisol dalam tubuh dapat menyebabkan
produksi minyak berlebih yang memberikan kontribusi untuk perkembangbiakkan
jerawat. Sebuah studi pada tahun 2003 lalu menemukan bahwa mahasiswa perempuan
mempunyai jerawat yang lebih banyak selama masa ujian karena peningkatan stress.
4. Rambut Rontok
Stress secara
emosional maupun psikologis secara signifikan dapat menyebabkan
ketidakseimbangan fisiologis yang memberikan kontribusi untuk rambut rontok. Stress
dapat mengganggu siklus perkembangan rambut, menyebabkan rambut mudah rontok.
Meskipun Anda mungkin tidak menyadari ketika rambut Anda mengalami kerontokan
selama atau setelah melewati masa stress, perubahan dapat terjadi tiga
sampai enam bulan kemudian.
5. Pencernaan Yang Buruk
Stress
yang berkepanjangan dapat memengaruhi sistem pencernaan yang disebabkan oleh
peningkatan asam lambung, sehingga menyebabkan gangguan pencernaan dan
ketidaknyamanan, dalam beberapa kasus memberikan kontribusi terhadap
perkembangan IBS dan bisul. Menurut womenshealth.gov, mengurangi stress
adalah kunci untuk menjaga sistem pencernaan yang sehat.
6. Depresi
Perempuan dua kali lebih rentan mengalami depresi daripada
laki-laki. Penelitian terbaru menunjukkan perbedaan antara respon terhadap stress
dan reaktivitas antara kedua jenis kelamin untuk menjelaskan perbedaan ini.
Peningkatan kadar kortisol dihasilkan dari stress kronis jangka
panjang, stress akibat pekerjaan kelas rendah atau stress akut
dari peristiwa sulit yang terjadi dalam hidup seperti kematian atau perceraian
dapat bertindak sebagai pemicu depresi.
7. Insomnia
Sebagian besar dari kita pernah merasakan kegelisahan pada malam
hari, memikirkan kejadian atau masalah yang terjadi di tempat kerja.
Tidak mengherankan jika stress adalah penyebab umum dari insomnia,
yang kemudian dapat menyebabkan kesulitan berkonsentrasi, mudah marah, dan
kurangnya motivasi.
8. Penambahan Berat Badan
Penelitian telah menghubungkan tingkat kortisol yang lebih
tinggi pada pinggang hingga pinggul pada wanita (yaitu lebih berat di sekitar
area perut), serta penurunan metabolisme. Tingkat stress yang tinggi
juga berhubungan dengan peningkatan nafsu makan dan keinginan untuk mengonsumsi
makanan manis, yang dapat menyebabkan kenaikan berat badan.
Cara Mengatasi Stress Pada Wanita
Ketika wanita menyadari gejala-gejala stres, mereka dapat menemukan cara untuk
mengatasinya. Dalam sebagian besar kasus, setelah menerapkan teknik self-help
terbukti efektif dapat membantu dalam mengurangi stres. Berikut adalah beberapa
teknik yang efektif untuk manajemen stres.
Ketika kita dapat mengidentifikasi tanda-tanda dan gejala stress, kita dapat memilih pengobatan yang efektif untuk menghindari komplikasi kesehatan lebih lanjut, dan menjalani hidup sehat. Perlu dicatat bahwa setiap obat dimaksudkan untuk kegelisahan, depresi atau gangguan tidur harus dengan resep dokter.
- Dukungan dari keluarga dan teman-teman secara signifikan dapat membantu dalam manajemen stres. Alih-alih menjadi kesepian, jika Anda berbagi masalah dengan orang-orang dekat, Anda memiliki kemungkinan lebih rendah menderita gejala yang disebutkan di atas.
- Anda harus ingat bahwa situasi stres muncul dalam kehidupan semua orang, dan, dalam rangka menghadapi mereka, harus memiliki sikap positif. Dalam sebagian besar kasus, ketika dalam situasi stres, orang cenderung melihat setiap hal diluar proporsi.
- Diet dan olahraga memainkan peran penting dalam mengelola stres. Meditasi dan yoga juga populer untuk manajemen stres, khususnya,latihan pernapasan sangat efektif dan dapat dilakukan di rumah, di mobil atau bahkan di tempat kerja.
- Perempuan harus mengambil istirahat dari rutinitas.Menyalurkan hobi secara teratur juga bagus untuk mengurangi stres besar. Kegiatan sederhana seperti menghabiskan waktu dengan keluarga, jalan bersama teman-teman atau pijat relaksasi dapat membantu dalam mengurangi stres dan ketegangan.
- Mengikuti metode sederhana seperti diet seimbang, tidur malam yang baik, menghindari penundaan kerja, mengelola dan memanfaatkan waktu dengan baik, mendelegasikan pekerjaan
- Memiliki komunikasi yang mudah dengan anggota keluarga, dll dalam jangka panjang dapat membantu untuk mengurangi stres.
- Terakhir, jika Anda mengalami stres di luar kendali dan tidak dapat menyingkirkan efeknya, segeralah meminta bantuan profesional. Dengan cara ini, Anda dapat mencegah gangguan kesehatan yang parah yang disebabkan karena stres.
Ketika kita dapat mengidentifikasi tanda-tanda dan gejala stress, kita dapat memilih pengobatan yang efektif untuk menghindari komplikasi kesehatan lebih lanjut, dan menjalani hidup sehat. Perlu dicatat bahwa setiap obat dimaksudkan untuk kegelisahan, depresi atau gangguan tidur harus dengan resep dokter.
Contoh dan Analisis
Studi
di Amerika Serikat, seperti dikutip dari Daily Mail, mengungkapkan, waita lebih
sensitive terhadap kemunculan hormone stress, meski dalam kadar minimal.
Sedangkan pria cenderung imun terhadap hormone stress, meski dalam kadar
tinggi. Kondisi itulah yang membuat wanita rentan terjerumus dalam krisi emosi
di kehidupannya. Wanita lebih rentan mengalami depresi, trauma, dan masalah
psikologis lainnya. Meski demikian, penelitian belum dapat mengungkapkan alasan
biologisnya secara detail. Studi dilakukan dengan fokus analisa hormone stress
yaitu, corticotropinreleasing factor (CRF), senyawa yang memegang control
reaksi tubuh terhadap permasalahan hidup. CRF memegang kendali atas kondisi
psikologis seseorang. Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Molecular
Psychiatry dilakukan dengan percobaan menggunakan sampel tikus. Peneliti
menganalisa sel-sel otak tikus betina dengan kadar CRF rendah. Meski
memunculkan kondisi gembira, namun hormone stress terlihat mengikat kuat
protein sel otak. Hal ini yang membuat sensitivitasnya terhadap stress tinggi.
Sementara percobaan sama pada tikus jantan menunjukan kemampuannya menurunkan
kadar protein yang otomatis melepaskan hormone yang terikat. Inilah yang
kemudian dijadikan dasar kesimpulan mengapa sensitivitas pria tak setinggi
wanita. Pimpinan studi, Dr Rita Valentino dari Rumah Sakit Anak di Philadelphia
mengatakan, “kesimpulan yang kami hasilkan berdasar studi yang kami lakukan
terhadap sampel tikus, kami masih perlu studi lnjutan untuk memastikan efek yang
sama pada manusia.
Jadi
sebenarnya ada baik nya anda hindari stress dengan selalu berpikir positif dan
selalu menikmati saja apa yang anda alami, karena kadar hormon esterogen ini
akan secara otomatis menurun saat seorang wanita mencapai masa menopause dan
hormon esterogen ini akan menurun hingga 80%. Perbanyak bersyukur, ikhlas,
berpikir positif, bersikap rendah hati, perduli dengan sesama, kurangi rasa
dengki/iri/benci, karena semua sifat Sang Pencipta adalah baik ada nya, menjadi
pribadi yang baik dan selalu positif adalah awal menuju terwujud nya Tubuh yang
Sehat.
Daftar Pustaka atau Referensi :
Daftar Pustaka atau Referensi :
- Basuki, A.M Heru. 2008. Psikologi Umum ; Seri Diktat Kuliah. Universitas Gunadarma.
- Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
- Junita, Audia. (2011). “Konflik Peran Sebagai Salah Satu Pemicu Stres Kerja Wanita Karir”. Jurnal Keuangan & Bisnis. 3 (2), 1-18.
- Ispriyanti, Nova Dwi. 2012. "Analisis Tingkat Stress Wanita Karir Dalam Peran Gandanya Dengan Regresi Logistik Ordinal". Media Statistika. Volume 5, Nomor 1, Juni 2012 : 37-47.
Tugas Essay II
Hubungan Antara
Kesehatan Mental dengan Religiusitas
Kesehatan Mental dengan Religiusitas
Definisi Kesehatan Mental
Federasi
Kesehatan Mental Dunia (World Federation for Mental Health) merumuskan
pengertian kesehatan mental sebagai berikut :
(1).
Kesehatan mental sebagai kondisi yang memungkinkan adanya perkembangan yang
optimal baik secara fisik, intelektual dan emosional, sepanjang hal itu sesuai
dengan keadaan orang lain.
(2). Sebuah
masyarakat yang baik adalah masyarakat yang membolehkan perkembangan ini pada
anggota masyarakatnya selain pada saat yang sama menjamin dirinya berkembang
dan toleran terhadap masyarakat yang lain.
Definisi Religiusitas
Ada beberapa istilah
untuk menyebutkan agama, antara lain religi, religion (Inggris), religie
(Belanda), religio/relegare (Latin), dan dien (Arab). Kata religion (Inggris)
dan religie (Belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa
tersebut, yaitu bahasa Latin “religio” dari akar kata “relegare” yang berarti
mengikat (Kahmad, 2002). Menurut Cicero (Ismail, 1997), relegare berarti
melakukan sesuatu perbuatan dengan penuh penderitaan, yakni jenis laku
peribadatan yang dikerjakan berulang-ulang dan tetap. Dalam bahasa Arab, agama
dikenal dengan kata al-din dan al-milah. Kata al-din sendiri
mengandung berbagai arti. Ia bisa berarti al-mulk (kerajaan),
al-khidmat (pelayanan), al-izz (kejayaan), al-dzull (kehinaan),
al-ikrah (pemaksaan), al-ihsan (kebajikan), al-adat (kebiasaan),
al-ibadat (pengabdian), al-qahr wa al-sulthan (kekuasaan dan
pemerintahan), al-tadzallul wa al-khudu (tunduk dan patuh), al-tha’at
(taat), al-islam al-tauhid (penyerahan dan mengesakan Tuhan)
(Kahmad, 2002).
Dari istilah agama
inilah kemudian muncul apa yang dinamakan religiusitas. Meski berakar kata
sama, namun dalam penggunaannya istilah religiusitas mempunyai makna yang
berbeda dengan religi atau agama. Kalau agama menunjuk pada aspek formal yang
berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban; religiusitas menunjuk
pada aspek religi yang telah dihayati oleh individu di dalam hati (Mangunwijaya,
1982). Religiusitas seringkali diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas
diartikan sebagai seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa
pelaksanaan ibadah dan kaidah dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang
dianutnya. Bagi seorang Muslim, religiusitas dapat diketahui dari seberapa jauh
pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan penghayatan atas agama Islam (Fuad
Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, 2002).
Hawari (1996)
menyebutkan bahwa religiusitas merupakan penghayatan keagamaan dan kedalaman
kepercayaan yang diekspresikan dengan melakukan ibadah sehari-hari, berdoa, dan
membaca kitab suci.\
Ancok dan suroso
(2001) mendefinisikan religiusitas sebagai keberagamaan yang berarti meliputi
berbagai macam sisi atau dimensi yang bukan hanya terjadi ketika seseorang
melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas
lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Sumber jiwa keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense
of depend). Adanya ketakutan-ketakutan akan ancaman dari lingkungan alam
sekitar serta keyakinan manusia itu tentang segala keterbatasan dan
kelemahannya. Rasa ketergantungan yang mutlak ini membuat manusia mencari
kekuatan sakti dari sekitarnya yang dapat dijadikan sebagai kekuatan pelindung
dalam kehidupannya dengan suatu kekuasaan yang berada di luar dirinya yaitu
Tuhan.
Peranan Agama
Dalam Kesehatan Jiwa
Bergin (1983) melakukan metanalisis pada
hasil-hasil penelitian tentang agama dan kesehatan mental. Ia menyimpulkan
bahwa “jika religiusitas dikorelasikan dengan ukuran kesehatan mental, dari 30
efek yang ditemukan, hanya 7 orang atau 23% menunjukkan hubungan negatif antara
agama dan kesehatan mental, seperti dinyatakan oleh Ellis dan yang lain-lain.
Sebanyak 47% menunjukkan hubungan positif, dan 30% hubungan zero. Jadi, 77%
dari hasil penelitian bertentangan dengan teori efek negatif agama. Secara
singkat, Koenig (1998) melaporkan dalam bukunya, The Healing Power of Faith, bahwa keluarga yang religius umumnya
(1) mempunyai keluarga yang lebih bahagia, (2) mempunyai gaya hidup yang lebih
sehat, (3) dapat mengatasi stres, (4) melindungi diri dan menyembuhkan depresi,
(5) hidup lebih lama dan lebih sehat, (6) terlindungi dari penyakit
kardiovaskular, (7) mempunyai sistem imun yang lebih kuat, dan sebagainya.
Ajaran Islam memiliki hubungan yang erat
dan mendalam dengan ilmu jiwa dalam soal pendidikan akhlak dan pembinaan mental
spiritual. Keduanya sama-sama bertujuan untuk mencapai kesejahteraan jiwa dan
ketinggian akhlak. Bahkan diutusnya Nabi Muhammad Saw., bila ditinjau dari segi
kependidikan dan kejiwaan secara luas bertujuan mendidik dan mengajar manusia,
membersihkan dan menyucikan jiwa, memperbaiki dan menyempurnakan akhlak, serta
membina kehidupan mental spiritualnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila
ajaran Islam banyak terdapat petunjuk dan ketentuan yang berhubungan dengan
soal pendidikan akhlak dan pembinaan mental spiritual. Kedudukan Al-Qur’an
sebagai sumber utama ajaran Islam adalah sebagai petunjuk (hudan), obat
(syifa’), rahmat, dan pengajaran (mau’izah) bagi manusia dalam membangun
kehidupan yang berbahagia di dunia dan di akhirat.
Spiritualitas Islam dan kesehatan jiwa
sama-sama berhubungan erat dengan soal kejiwaan, akhlak, dan kebahagiaan
manusia. Secara konseptual pandangan Islam terhadap kesehatan jiwa :
1. Al-Qur’an dengan
tegas menyatakan dirinya sebagai mau’izah
dan syifa’ bagi jiwa, yakni obat bagi
segala penyakit hati yang terdapat dalam diri.
2. Agama Islam
memberikan tugas dan tujuan bagi kehidupan manusia di dunia dan di akhirat.
Dengan melaksanakan konsep ibadah dan kekhalifan, orang dapat menumbuhkan dan
mengembangkan potensi jiwa dan memperoleh kesehatan mentalnya.
3. Agama Islam
sangat menganjurkan kepada pemeluknya berlaku sabar dan menjalankan
shalat,dalam menghadapi musibah dan cobaan.
4. Agama Islam
menganjurkan agar manusia selalu berzikir kepada Allah, karena dengan zikir itu
hati akan tenang dan damai. Dengan metode berdzikir, segala persoalan-persoalan
duniawi disandarkan kepada Allah, Zat yang mengatasi segalanya.
5. Ajaran Islam
memberikan pedoman dalam urusan duniawi (harta-benda-kekayaan) supaya manusia
selalu melihat ke bawah, tidak ke atas. Karena tidak sedikit penyakit jiwa itu
muncul dari tuntutan duniawi yang selalu ingin lebih. Dengan melihat ke bawah
ia akan merasa cukup dan bersyukur kepada Allah dengan apa yang telah
dimilikinya.
6. Allah tidak
memandang manusia itu hanya dari sudut fisik semata, tetapi lebih pada hatinya
dan pikirannya. Sehingga Islam mengajarkan agar selalu hidup bersih, berbaik
hati, dan menghindari perbuatan-perbuatan yang bisa mengotori hati dan pikiran.
7. Ajaran Islam
membantu orang dalam menumbuhkan dan membina pribadinya, yakni melalui
penghayatan nilai-nilai ketakwaan dan keteladanan yang diberikan Nabi Muhammad
Saw.
8. Ajaran Islam
memberikan tuntunan kepada akal agar benar dalam berpikir,yakni melalui wahyu.
9. Ajaran Islam
memberikan tuntunan bagi manusia dalam mengadakan hubungan baik, baik hubungan
dengan orang lain, dengan alam dan lingkungan, serta hubungan Allah dan dirinya
sendiri.
10. Ajaran Islam
berperan dalam mendorong orang untuk berbuat baik dan taat, serta mencegahnya
dari berbuat jahat dan maksiat.
11. Menurut Islam,
hakikat manusia sesungguhnya bukan terletak pada pemenuhan kebutuhan
jasmaninya, melainkan kebutuhan rohani (spiritualnya). Kebutuhan
jasmanidipenuhi sebagai sarana menunjang tercapainya kebutuhan rohani.
Dengan uraian di atas,
pandangan Islam dapat membantu orang dalam mengobati jiwanya dan mencegahnya
dari gangguan kejiwaan serta membina kondisi kesehatan mental. Dengan
menghayati dan mengamalkan ajaran Islam, orang dapat memperoleh kebahagiaan dan
kesejahteraan jiwa dan mentalnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ajaran Islam
berhubungan erat dengan soal-soal kejiwaan dan kesehatan mental. Ajaran Islam
adalah seutama-utamanya jalan bagi perawatan jiwa dan pengobatan gangguan
penyakit jiwa manusia, karena Islam adalah fitrah dan dimensi kehidupan
spiritual manusia yang teramat penting.
Daftar Pustaka atau Referensi
- Subandi, M. A. 2013. Psikologi Agama & Kesehatan Mental. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Rakhmat, Jalaluddin. (2013). Psikologi agama, sebuah pengantar. Jakarta: Mizan Pustaka.
- Sholeh, Moh. (2008). Bertobat sambil berobat. Jakarta Selatan: Hikmah.
- Chan Y. dan Yeung, W. J. (2007). The positive effects of religiousness on mental health in physically vulnerable populations: A review on recent empirical studies and related theories. International Journal of Psychosocial Rehabilitation. 11 (2), 37-52.
0 comments:
Post a Comment