Saturday, 30 May 2015

Kesehatan Mental : Membuat 2 (Dua) Essay






Tugas Essay I


Fenomena Stress Pada Wanita


http://www.kaheel7.com/userimages/stressresponse.jpg


Teori dan Pengertian Stress

Ketika tubuh Anda terpapar bahaya ancaman, hasilnya adalah sekumpulan perubahan fisiologis yang secara umum disebut respons stress- atau stress saja. Semua stressor (pengalaman yang menginduksi respons stress), yang bersifat psikologis (misalnya, kecemasan karena kehilangan pekerjaan) atau fisik (misalnya, paparan dingin dalam waktu lama), menghasilkan pola inti perubahan fisiologis yang serupa; tetapi, stress psikologi kronis (misalnya dalam bentuk ketakutan kronis) adalah yang paling sering terimplikasi dalam kesehatan (lihat Kiecolt-Glaser et al., 2002; Krantz & McCeney, 2002; Natelson, 2004). Dengan pendekatan Ilmu dan Study Psikologi kita akan membahas tentang kegalauan mental orang sekarang dengan pendekatan psikologis dan penyakit psikologis yang dapat menimbulkan penyakit fisik sampai tingkat serius.  Hubungan antara pikiran (mind) dan tubuh (body) telah menjadi topik perdebatan sejak dahulu kala. Sudah dipastikan fungsi mental selalu tergantung pada otak. Dalam tulisannya Jeffey, Spencer A. Rathus, Beverly dari St. John’s University & New York University menceritakan tentang pemahaman Stres ini, dari cerita sejarah yang diterangkan pengaruh Filsuf Prancis abad ke-17 Rene Descartes (1596-1650) yang mempengaruhi pemikiran modern dengan keyakinannya tentang dualisme atau keterpisahan antara pikiran dan tubuh. Sekarang, para klinisi dan ilmuwan menyadari bahwa pikiran dan tubuh sangat kuat terjalin tidak seperti yang diperkirakan oleh model dualistik yaitu: bahwa faktor psikologis mempengaruhi dan dipengaruhi oleh fungsi fisik. Dengan kata lain, kesehatan mental dan kesehatan fisik tidak terpisahkan. Pembahasan tentang hubungan antara pikiran dan tubuh diawali dengan mendalami peranan stres dalam fungsi fisik maupun mental. Istilah stres menurut (Jeffey, Spencer A. Rathus, Beverly) menunjukkan adanya tekanan atau kekuatan pada tubuh, dalam psikologi, dikenal dengan istilah stres (stress) dan Sumber Sstres disebut Stresor (stressor). Istilah stres berbeda dengan istilah distres (distress). Istilah distres mengacu pada penderitaan fisik atau mental. Dalam batas tertentu stres sehat untuk diri kita, stres membantu kita untuk tetap aktif dan waspada. Akan tetapi stres yang sangat kuat atau berlangsung lama dapat melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya dan menyebabkan distres emosional seperti depresi atau kecemasan, atau keluhan fisik seperti: kelelahan, meningkatnya asam lambung dan sakit kepala, sampai tingkat penyakit serius lainnya.

Stres berkepanjangan mengakibatkan menjadi pelupa atau pikun merupakan hasil dari penelitian yang dimuat dalam Jurnal Progress in Neuro-Psychopharmacology and Biological Psychiatry pada tahun 2010 yang menyebutkan, bahwa dampak buruk dari stres yang bersifat kronis ialah menurunkan salah satu fungsi daya ingat, yaitu ingatan spasial. Ingatan spasial adalah ingatan yang dapat mengingatkan lokasi dan menghubungkan fungsi benda-benda yang ada di sekitar. Selain itu, terdapat hubungan antara hormon yang menyebabkan stres (kortisol) dengan kemampuan daya ingat manusia dan khususnya daya ingat jangka pendek. Hormone kortisol, seperti disebutkan dalam Journal of Neuroscience, merupakan hormon yang dapat menghubungkan syaraf-syaraf sinaps, sehingga membantu dalam menyimpan dan mengingat informasi yang ada.

Hans Selye adalah yang pertama kali mendeskripsikan respons stress pada 1950-an, dan ia dengan cepat menengarai sifat gandanya. Selye mengatribusikan respons stress pada aktivasi sistem korteks-adrenal pituitaria-anterior. Ia menyimpulkan bahwa stressor yang memengaruhi sirkuit-sirkuit neural menstimulasi pelepasan adrenocorticotropic hormone (ACTH) (hormone adrenokortikotropik) dari pituitaria anterior, sehingga ACTH pada gilirannya akan memicu pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal, sehingga glukokortikoid menghasilkan banyak diantara efek-efek respons stres (lihat Erickson, Drevets, & Schulkin, 2003; Schulkin, Morgan, & Rosen, 2005).



Penyebab Stress

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnnqHrKwZgelfxGADk54JeNXUqmgujqxwEYFJlJy5UiTGEmDEVAAfGGCqvpCfkh271z3g6wgAjtx2QVUaGCcjVxl4x0cyd9VFUCe8cTphiLVEEfE7CmDjsboF69kXfoVNqxuxXJLtAVZ4/s1600/Holiday-Stress-woman-tearing-her-hair.jpg


Stress harus dijauhkan dari kehidupan, untuk dapat menghindarinya maka setiap individu harus mampu mengenali penyebabnya. Beberapa penyebab stress yaitu :
  • Perasaan cemas mengenai hasil yang akan dicapai. 
Perasaan cemas mengenai hasil yang dicapai akan menimbulkan stres. Sebagai contoh, jika seorang dosen terlalu banyak beban pekerjaan di kantor dan pekerjaan itu harus selesai dalam waktu yang bersamaan, kondisi seperti itu jelas akan menimbulkan stres. Oleh karena dosen juga manusia yang penuh dengan berbagai keterbatasan, maka diperlukan seorang pemimpin yang bijak dalam pembagian tugas kepada bawahannya agar tidak banyak menimbulkan stress. 
  • Aktivitas yang tidak seimbang. 
Aktifitas yang tidak seimbang dapat sebagai pemicu munculnya stres, terutama aktifitas yang berlebihan, sehingga individu tidak memiliki waktu yang cukup untuk merecovery dirinya. Selain itu, kedekatan dengan keluarga atau orang yang dicintai akan berkurang akibat dari padatnya kegiatan yang dilakukan. Berbagi cerita (sharing) dengan orang-orang yang dicintai atau dengan keluarga merupakan sarana untuk berkeluh kesah yang dapat mengurangi beban kepenatan psikologis. Untuk itu, perlu jalinan hubungan komunikasi yang harmonis dalam rumah tangga agar terhindar dari potensi terserang oleh stres. 
  • Tekanan dari diri sendiri. 
Tekanan dari diri sendiri dapat menimbulkan stres, terutama bagi individu yang selalu ingin tampil sempurna (perfectionist). Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya akan mendorong individu itu untuk menyempurnakannya, sementara pekerjaan yang diembannya cukup banyak sehingga menyita waktu yang banyak pula. Oleh karena itu, tipe orang yang perfectionist memiliki potensi yang lebih besar untuk mudah terserang stress dalam hidupnya. 
  • Berada pada suatu kondisi ketidakpastian. 
Kondisi ketidakpastian juga akan menimbulkan stres, sebab ketidakpastian membuat individu menjadi tidak menentu. Sebagai contoh, seorang pria yang mendekati seorang gadis, di mana masih dalam taraf penjajakan dan belum ada tanda lampu hijau, maka si pria tersebut pada dasarnya sedang dalam kondisi stress yang disebabkan oleh perasaannya apakah berhasil atau gagal pendekatan yang dilakukan. Kondisi seperti itu akan menimbulkan stres meskipun dalam taraf yang masih ringan. 
  • Perasaan bersalah terhadap sesuatu. 
Individu yang selalu merasa bersalah dapat mengakibatkan muncul stress karena apa saja yang dikerjakan tidak pernah benar. 
  • Jiwa yang dahaga secara emosional. 
Jiwa yang dahaga secara spiritual juga dapat menyebabkan stres. Individu yang tidak mengenal dan tidak dekat dengan Tuhan pendiriannya labil dan mudah goyah. Individu yang menyalahkan Tuhan merupakan indikasi dari tidak dekatnya kepada Tuhan. 
  • Kondisi sosial ekonomi. 
Kondisi sosial ekonomi juga dapat menimbulkan stres. Orang mengalami stres akibat kondisi ekonomi yang serba kekurangan. Apalagi sebelumnya individu tersebut pernah memiliki status sosial ekonomi yang mapan, tetapi tiba-tiba terkena PHK akibatnya potensi munculnya stres akan lebih dominan. Oleh karena itu, rejeki, nasib, dan jodoh sudah di atur oleh Tuhan, manusia seharusnya tidak melampaui wewenang Tuhan. Manusia yang demikian itu adalah manusia yang arogan dan yang dapat memicu munculnya stres. Sifat sabar, tawakal dan menerima apa adanya dapat membantu mengurangi terjadinya stres.


Akibat Stress Pada Wanita

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTaxZKA1y1G1dkMesXQ6_Cd3N-MPJG_qM7V9ZpwvO0XolK_Tvny850hvFFC_W0WfnCQ3RR8zWC3sFtjAXgRzaj0trgg3Jcxj6brXISolwpgmmYXaiHEZI0p5PhMRN92AfsR4Qre7a4-JKA/s1600/Tanda+Ciri+Depresi+Stres+Dan+Bahayanya.png1. Mengurangi Libido
Peristiwa besar dalam hidup yang menyebabkan stress, seperti memulai pekerjaan baru atau pindah ke kota baru, bisa menurunkan libido, menurut Dr. Irwin Goldstein, M.D. Hal ini bisa terjadi ketika peningkatan kadar kortisol menekan hormon seks alami tubuh.

 2. Haid Yang Tidak Teratur
Stress akut dan kronis secara fundamental dapat mengubah keseimbangan hormon tubuh, yang dapat menyebabkan haid yang tidak kunjung datang, terlambat atau tidak teratur. Para peneliti juga menemukan bahwa wanita yang merasa terbebani dengan pekerjaannya mempunyai resiko 50 persen lebih tinggi untuk siklus pendek (kurang dari 24 hari) daripada wanita yang tidak bekerja.

 3. Jerawat
Tingginya tingkat kortisol dalam tubuh dapat menyebabkan produksi minyak berlebih yang memberikan kontribusi untuk perkembangbiakkan jerawat. Sebuah studi pada tahun 2003 lalu menemukan bahwa mahasiswa perempuan mempunyai jerawat yang lebih banyak selama masa ujian karena peningkatan stress.

 4. Rambut Rontok
Stress secara emosional maupun psikologis secara signifikan dapat menyebabkan ketidakseimbangan fisiologis yang memberikan kontribusi untuk rambut rontok. Stress dapat mengganggu siklus perkembangan rambut, menyebabkan rambut mudah rontok. Meskipun Anda mungkin tidak menyadari ketika rambut Anda mengalami kerontokan selama atau setelah melewati masa stress, perubahan dapat terjadi tiga sampai enam bulan kemudian.

 5. Pencernaan Yang Buruk
Stress yang berkepanjangan dapat memengaruhi sistem pencernaan yang disebabkan oleh peningkatan asam lambung, sehingga menyebabkan gangguan pencernaan dan ketidaknyamanan, dalam beberapa kasus memberikan kontribusi terhadap perkembangan IBS dan bisul. Menurut womenshealth.gov, mengurangi stress adalah kunci untuk menjaga sistem pencernaan yang sehat.

 6. Depresi
Perempuan dua kali lebih rentan mengalami depresi daripada laki-laki. Penelitian terbaru menunjukkan perbedaan antara respon terhadap stress dan reaktivitas antara kedua jenis kelamin untuk menjelaskan perbedaan ini. Peningkatan kadar kortisol dihasilkan dari stress kronis jangka panjang, stress akibat pekerjaan kelas rendah atau stress akut dari peristiwa sulit yang terjadi dalam hidup seperti kematian atau perceraian dapat bertindak sebagai pemicu depresi.

 7. Insomnia
Sebagian besar dari kita pernah merasakan kegelisahan pada malam  hari, memikirkan kejadian atau masalah yang terjadi di tempat kerja. Tidak mengherankan jika stress adalah penyebab umum dari insomnia, yang kemudian dapat menyebabkan kesulitan berkonsentrasi, mudah marah, dan kurangnya motivasi.

 8. Penambahan Berat Badan
Penelitian telah menghubungkan tingkat kortisol yang lebih tinggi pada pinggang hingga pinggul pada wanita (yaitu lebih berat di sekitar area perut), serta penurunan metabolisme. Tingkat stress yang tinggi juga berhubungan dengan peningkatan nafsu makan dan keinginan untuk mengonsumsi makanan manis, yang dapat menyebabkan kenaikan berat badan.


Cara Mengatasi Stress Pada Wanita

Ketika wanita menyadari gejala-gejala stres, mereka dapat menemukan cara untuk mengatasinya. Dalam sebagian besar kasus, setelah menerapkan teknik self-help terbukti efektif dapat membantu dalam mengurangi stres. Berikut adalah beberapa teknik yang efektif untuk manajemen stres.
 

  • Dukungan dari keluarga dan teman-teman secara signifikan dapat membantu dalam manajemen stres. Alih-alih menjadi kesepian, jika Anda berbagi masalah dengan orang-orang dekat, Anda memiliki kemungkinan lebih rendah menderita gejala yang disebutkan di atas.
  • Anda harus ingat bahwa situasi stres muncul dalam kehidupan semua orang, dan, dalam rangka menghadapi mereka, harus memiliki sikap positif. Dalam sebagian besar kasus,  ketika dalam situasi stres, orang cenderung melihat setiap hal diluar proporsi.
  • Diet dan olahraga memainkan peran penting dalam mengelola stres. Meditasi dan yoga juga populer untuk manajemen stres, khususnya,latihan pernapasan sangat efektif dan dapat dilakukan di rumah, di mobil atau bahkan di tempat kerja. 
  • Perempuan harus mengambil istirahat dari rutinitas.Menyalurkan hobi secara teratur juga bagus untuk mengurangi stres besar. Kegiatan sederhana seperti menghabiskan waktu dengan keluarga, jalan bersama teman-teman atau pijat relaksasi dapat membantu dalam mengurangi stres dan ketegangan.
  • Mengikuti metode sederhana seperti diet seimbang, tidur malam yang baik, menghindari penundaan kerja, mengelola dan memanfaatkan waktu dengan baik, mendelegasikan pekerjaan
  • Memiliki komunikasi yang mudah dengan anggota keluarga, dll dalam jangka panjang dapat membantu untuk mengurangi stres.
  • Terakhir, jika Anda mengalami stres di luar kendali dan tidak dapat menyingkirkan efeknya, segeralah meminta bantuan profesional. Dengan cara ini, Anda dapat mencegah gangguan kesehatan yang parah yang disebabkan karena stres.

Ketika kita dapat mengidentifikasi tanda-tanda dan gejala stress, kita dapat memilih pengobatan yang efektif untuk menghindari komplikasi kesehatan lebih lanjut, dan menjalani hidup sehat. Perlu dicatat bahwa setiap obat dimaksudkan untuk kegelisahan, depresi atau gangguan tidur harus dengan resep dokter.


Contoh dan Analisis

Studi di Amerika Serikat, seperti dikutip dari Daily Mail, mengungkapkan, waita lebih sensitive terhadap kemunculan hormone stress, meski dalam kadar minimal. Sedangkan pria cenderung imun terhadap hormone stress, meski dalam kadar tinggi. Kondisi itulah yang membuat wanita rentan terjerumus dalam krisi emosi di kehidupannya. Wanita lebih rentan mengalami depresi, trauma, dan masalah psikologis lainnya. Meski demikian, penelitian belum dapat mengungkapkan alasan biologisnya secara detail. Studi dilakukan dengan fokus analisa hormone stress yaitu, corticotropinreleasing factor (CRF), senyawa yang memegang control reaksi tubuh terhadap permasalahan hidup. CRF memegang kendali atas kondisi psikologis seseorang. Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Molecular Psychiatry dilakukan dengan percobaan menggunakan sampel tikus. Peneliti menganalisa sel-sel otak tikus betina dengan kadar CRF rendah. Meski memunculkan kondisi gembira, namun hormone stress terlihat mengikat kuat protein sel otak. Hal ini yang membuat sensitivitasnya terhadap stress tinggi. Sementara percobaan sama pada tikus jantan menunjukan kemampuannya menurunkan kadar protein yang otomatis melepaskan hormone yang terikat. Inilah yang kemudian dijadikan dasar kesimpulan mengapa sensitivitas pria tak setinggi wanita. Pimpinan studi, Dr Rita Valentino dari Rumah Sakit Anak di Philadelphia mengatakan, “kesimpulan yang kami hasilkan berdasar studi yang kami lakukan terhadap sampel tikus, kami masih perlu studi lnjutan untuk memastikan efek yang sama pada manusia.
Jadi sebenarnya ada baik nya anda hindari stress dengan selalu berpikir positif dan selalu menikmati saja apa yang anda alami, karena kadar hormon esterogen ini akan secara otomatis menurun saat seorang wanita mencapai masa menopause dan hormon esterogen ini akan menurun hingga 80%. Perbanyak bersyukur, ikhlas, berpikir positif, bersikap rendah hati, perduli dengan sesama, kurangi rasa dengki/iri/benci, karena semua sifat Sang Pencipta adalah baik ada nya, menjadi pribadi yang baik dan selalu positif adalah awal menuju terwujud nya Tubuh yang Sehat.


Daftar Pustaka atau Referensi :


  • Basuki, A.M Heru. 2008. Psikologi Umum ; Seri Diktat Kuliah. Universitas Gunadarma.
  • Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
  • Junita, Audia. (2011). “Konflik Peran Sebagai Salah Satu Pemicu Stres Kerja Wanita Karir”. Jurnal Keuangan & Bisnis. 3 (2), 1-18.
  • Ispriyanti, Nova Dwi. 2012. "Analisis Tingkat Stress Wanita Karir Dalam Peran Gandanya Dengan Regresi Logistik Ordinal". Media Statistika. Volume 5, Nomor 1, Juni 2012 : 37-47.



Tugas Essay II


Hubungan Antara
Kesehatan Mental dengan Religiusitas

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRDCik0eRe4rZBFnpvv9vhm5IsYofTLLFIGi2pbvNIIhI6GGFI5DPsZalpskviGnxFKB9a8zQrq5D4Owq2Wj9yTQm7SZ8fUU57ErVnfJQn3DutZ_cUoicpdmui1HgQo-B7PDQ2zGgBDwUY/s1600/Aspek-aspek+Religiusitas+%2528dimensi+keberagamaan%2529+Menurut+Stark+dan+Glock.jpg


Definisi Kesehatan Mental

Federasi Kesehatan Mental Dunia (World Federation for Mental Health) merumuskan pengertian kesehatan mental sebagai berikut :

(1). Kesehatan mental sebagai kondisi yang memungkinkan adanya perkembangan yang optimal baik secara fisik, intelektual dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan  keadaan orang lain.

(2). Sebuah masyarakat yang baik adalah masyarakat yang membolehkan perkembangan ini pada anggota masyarakatnya selain pada saat yang sama menjamin dirinya berkembang dan toleran terhadap masyarakat yang lain.


Definisi Religiusitas

Ada beberapa istilah untuk menyebutkan agama, antara lain religi, religion (Inggris), religie (Belanda), religio/relegare (Latin), dan dien (Arab). Kata religion (Inggris) dan religie (Belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa tersebut, yaitu bahasa Latin “religio” dari akar kata “relegare” yang berarti mengikat (Kahmad, 2002). Menurut Cicero (Ismail, 1997), relegare berarti melakukan sesuatu perbuatan dengan penuh penderitaan, yakni jenis laku peribadatan yang dikerjakan berulang-ulang dan tetap. Dalam bahasa Arab, agama dikenal dengan kata al-din dan al-milah. Kata al-din sendiri mengandung berbagai arti. Ia bisa berarti al-mulk (kerajaan), al-khidmat (pelayanan), al-izz (kejayaan), al-dzull (kehinaan), al-ikrah (pemaksaan), al-ihsan (kebajikan), al-adat (kebiasaan), al-ibadat (pengabdian), al-qahr wa al-sulthan (kekuasaan dan pemerintahan), al-tadzallul wa al-khudu (tunduk dan patuh), al-tha’at (taat), al-islam al-tauhid (penyerahan dan mengesakan Tuhan) (Kahmad, 2002).


          Dari istilah agama inilah kemudian muncul apa yang dinamakan religiusitas. Meski berakar kata sama, namun dalam penggunaannya istilah religiusitas mempunyai makna yang berbeda dengan religi atau agama. Kalau agama menunjuk pada aspek formal yang berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban; religiusitas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh individu di dalam hati (Mangunwijaya, 1982). Religiusitas seringkali diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas diartikan sebagai seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Bagi seorang Muslim, religiusitas dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan penghayatan atas agama Islam (Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, 2002).
 
Hawari (1996) menyebutkan bahwa religiusitas merupakan penghayatan keagamaan dan kedalaman kepercayaan yang diekspresikan dengan melakukan ibadah sehari-hari, berdoa, dan membaca kitab suci.\

Ancok dan suroso (2001) mendefinisikan religiusitas sebagai keberagamaan yang berarti meliputi berbagai macam sisi atau dimensi yang bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Sumber jiwa keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend). Adanya ketakutan-ketakutan akan ancaman dari lingkungan alam sekitar serta keyakinan manusia itu tentang segala keterbatasan dan kelemahannya. Rasa ketergantungan yang mutlak ini membuat manusia mencari kekuatan sakti dari sekitarnya yang dapat dijadikan sebagai kekuatan pelindung dalam kehidupannya dengan suatu kekuasaan yang berada di luar dirinya yaitu Tuhan.

Peranan Agama Dalam Kesehatan Jiwa

     Bergin (1983) melakukan metanalisis pada hasil-hasil penelitian tentang agama dan kesehatan mental. Ia menyimpulkan bahwa “jika religiusitas dikorelasikan dengan ukuran kesehatan mental, dari 30 efek yang ditemukan, hanya 7 orang atau 23% menunjukkan hubungan negatif antara agama dan kesehatan mental, seperti dinyatakan oleh Ellis dan yang lain-lain. Sebanyak 47% menunjukkan hubungan positif, dan 30% hubungan zero. Jadi, 77% dari hasil penelitian bertentangan dengan teori efek negatif agama. Secara singkat, Koenig (1998) melaporkan dalam bukunya, The Healing Power of Faith, bahwa keluarga yang religius umumnya (1) mempunyai keluarga yang lebih bahagia, (2) mempunyai gaya hidup yang lebih sehat, (3) dapat mengatasi stres, (4) melindungi diri dan menyembuhkan depresi, (5) hidup lebih lama dan lebih sehat, (6) terlindungi dari penyakit kardiovaskular, (7) mempunyai sistem imun yang lebih kuat, dan sebagainya.

     Ajaran Islam memiliki hubungan yang erat dan mendalam dengan ilmu jiwa dalam soal pendidikan akhlak dan pembinaan mental spiritual. Keduanya sama-sama bertujuan untuk mencapai kesejahteraan jiwa dan ketinggian akhlak. Bahkan diutusnya Nabi Muhammad Saw., bila ditinjau dari segi kependidikan dan kejiwaan secara luas bertujuan mendidik dan mengajar manusia, membersihkan dan menyucikan jiwa, memperbaiki dan menyempurnakan akhlak, serta membina kehidupan mental spiritualnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila ajaran Islam banyak terdapat petunjuk dan ketentuan yang berhubungan dengan soal pendidikan akhlak dan pembinaan mental spiritual. Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam adalah sebagai petunjuk (hudan), obat (syifa’), rahmat, dan pengajaran (mau’izah) bagi manusia dalam membangun kehidupan yang berbahagia di dunia dan di akhirat.
  
Spiritualitas Islam dan kesehatan jiwa sama-sama berhubungan erat dengan soal kejiwaan, akhlak, dan kebahagiaan manusia. Secara konseptual pandangan Islam terhadap kesehatan jiwa :
1.   Al-Qur’an dengan tegas menyatakan dirinya sebagai mau’izah dan syifa’ bagi jiwa, yakni obat bagi segala penyakit hati yang terdapat dalam diri.
2.    Agama Islam memberikan tugas dan tujuan bagi kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Dengan melaksanakan konsep ibadah dan kekhalifan, orang dapat menumbuhkan dan mengembangkan potensi jiwa dan memperoleh kesehatan mentalnya.
3. Agama Islam sangat menganjurkan kepada pemeluknya berlaku sabar dan menjalankan shalat,dalam menghadapi musibah dan cobaan.
4.    Agama Islam menganjurkan agar manusia selalu berzikir kepada Allah, karena dengan zikir itu hati akan tenang dan damai. Dengan metode berdzikir, segala persoalan-persoalan duniawi disandarkan kepada Allah, Zat yang mengatasi segalanya.
5.   Ajaran Islam memberikan pedoman dalam urusan duniawi (harta-benda-kekayaan) supaya manusia selalu melihat ke bawah, tidak ke atas. Karena tidak sedikit penyakit jiwa itu muncul dari tuntutan duniawi yang selalu ingin lebih. Dengan melihat ke bawah ia akan merasa cukup dan bersyukur kepada Allah dengan apa yang telah dimilikinya.
6.      Allah tidak memandang manusia itu hanya dari sudut fisik semata, tetapi lebih pada hatinya dan pikirannya. Sehingga Islam mengajarkan agar selalu hidup bersih, berbaik hati, dan menghindari perbuatan-perbuatan yang bisa mengotori hati dan pikiran.
7.    Ajaran Islam membantu orang dalam menumbuhkan dan membina pribadinya, yakni melalui penghayatan nilai-nilai ketakwaan dan keteladanan yang diberikan Nabi Muhammad Saw.
8.  Ajaran Islam memberikan tuntunan kepada akal agar benar dalam berpikir,yakni melalui wahyu.
9.   Ajaran Islam memberikan tuntunan bagi manusia dalam mengadakan hubungan baik, baik hubungan dengan orang lain, dengan alam dan lingkungan, serta hubungan Allah dan dirinya sendiri.
10. Ajaran Islam berperan dalam mendorong orang untuk berbuat baik dan taat, serta mencegahnya dari berbuat jahat dan maksiat.
11.  Menurut Islam, hakikat manusia sesungguhnya bukan terletak pada pemenuhan kebutuhan jasmaninya, melainkan kebutuhan rohani (spiritualnya). Kebutuhan jasmanidipenuhi sebagai sarana menunjang tercapainya kebutuhan rohani.

Dengan uraian di atas, pandangan Islam dapat membantu orang dalam mengobati jiwanya dan mencegahnya dari gangguan kejiwaan serta membina kondisi kesehatan mental. Dengan menghayati dan mengamalkan ajaran Islam, orang dapat memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan jiwa dan mentalnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ajaran Islam berhubungan erat dengan soal-soal kejiwaan dan kesehatan mental. Ajaran Islam adalah seutama-utamanya jalan bagi perawatan jiwa dan pengobatan gangguan penyakit jiwa manusia, karena Islam adalah fitrah dan dimensi kehidupan spiritual manusia yang teramat penting.


Daftar Pustaka atau Referensi

  • Subandi, M. A. 2013. Psikologi Agama & Kesehatan Mental. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Rakhmat, Jalaluddin. (2013). Psikologi agama, sebuah pengantar. Jakarta: Mizan Pustaka.
  • Sholeh, Moh. (2008). Bertobat sambil berobat. Jakarta Selatan: Hikmah.
  • Chan Y. dan Yeung, W. J. (2007). The positive effects of religiousness on mental health in physically vulnerable populations: A review  on recent empirical studies and related theories.  International Journal of Psychosocial Rehabilitation. 11 (2),  37-52.

0 comments:

三九

三九